Kamis, 16 Mei 2013

DELIK ZINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA


  1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini peradaban materialisme telah mendominasi pola kehidupan komunitas Barat modern. Konsekuensinya, tata nilai sosial dan prinsip-prinsip keluarga menjadi rusak dan hancur, sehingga dekandensi moral tak terbendung dan perbuatan keji merajalela. Banyak faktor yang menjadi pemicu bencana ini. Utamanya, praktik perzinaan yang merebak. Dan, kemudian menyebar ke sejumlah negara Islam yang tidak mengindahkan ajaran al-Qur’an dan sunah Nabi.
Dalam Islam, zina adalah penyakit sosial yang berbahaya. Untuk memberantasnya hanya ada satu jalan: memberantas segala hal yang bisa menumbuhkan bibit perzinaan.[1] Maka Islam menganjurkan nikah, karena ia merupakan jalan yang paling sehat dan tepat meyalurkan kebutuhan biologis itu. Perzinaan atau pelacuran dinyatakan oleh syari’at Islam sebagai perbuatan melanggar hukum, yang layak dijatuhi hukuman karena membawa akibat yang buruk,[2] dan mengundang dosa.
Zina menyebabkan simpang siur kejahatan keturunan, dan rusaknya keluarga. Bahkan hingga menyebabkan tercabutnya akar kekeluargaan, menyebarnya penyakit menular, merajalelanya nafsu, dan maraknya kebobrokan moral. Maha besar Allah Swt. yang mengatakan dalam firman-Nya:

Ÿwur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y ÇÌËÈ    


Artinya: ”Dan janganlah kalian dekati zina. Sesungguhnya perzinaan itu perbuatan keji dan jalan hidup yang buruk” (Q.S. Al-Isra : 32)[3]


Sebagaimana kita ketahui sebelum ini bahwa apabila Islam mengharamkan sesuatu, ia pasti membendung segala jalan dan pintu yang menuju ke arahnya. Ia mengharamkan segala instrumen dan prolog yang mengantarkan kepadanya. Segala sesuatu yang merangsang nafsu birahi dan membuka fitnah terhadap laki-laki dan perempuan, menggoda dan membangkitkan syahwatnya, mendekatkan atau memudahkan terjadinya kekejian, semua itu dilarang oleh Islam. Demikian itu menutup rapat-rapat pintu yang menuju ke arahnya, sekaligus merupakan pencegahan dini bagi kerusakan yang mungkin terjadi.[4]
Di hukum positif Indonesia perbuatan zina atau mukah, kita dapat menemukan di pasal 284 KUHP yaitu hubungan seksual atau persetubuhan di luar perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan yang kedua-duanya atau salah satunya masih terikat dalam perkawinan dengan orang lain.[5] Jadi, perempuan yang masing-masing tidak dalam ikatan perkawinan yang sah, baru dapat terpenuhi sebagai tindak pidana zina, jika masyarakat setempat merasa terganggu kesusilaannya.[6]
Perzinaan merupakan masalah yang tidak akan pernah habis diperbincangkan sepanjang hidup manusia dan sepanjang masa. Hal itu dikarenakan, pada prinsipnya setiap manusia menghendaki adanya sikap prilaku yang baik antar sesama. Masalah perzinaan tidak hanya menyangkut hubungan antar manusia sebagai hak insani atau hak adami. Tetapi masalah perzinaan dan hukumannya memang begitu penting dalam rangka memelihara hubungan antar manusia dan karena betapa dahsyatnya akibat perzinaan terhadap kehidupan manusia dan antar manusia itu sendiri.[7] Oleh karena itu, permaslahan ini kiranya sangat penting bagi penulis untuk diuraikan yang berkaitan tentang perzinaan, terutama yang terjadi di negeri kita ini. Maka dengan demikian penulis mengangkat judul skripsi ini dengan “DELIK ZINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

B.     Perumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini penulis akan menentukan pembagian sebagai berikut :
1.      Identifikasi Masalah
a.       Wilayah Penelitian
Wilayah kajian penelitian ini adalah termasuk ke dalam fiqih jinayat atau hukum pidana, karena menjelaskan hal-hal yang berkenaan tentang kejahatan terhadap kesusilaan.

b.      Jenis Masalah
Jenis masalah ini yaitu karena adanya persamaan dan perbedaan antara delik zina dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.
2.      Pembatasan Masalah
Untuk menghindari kesalapahaman dalam memahami skripsi ini, maka masalah yang akan dibahas penulis hanya pada tujuan delik zina dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.
3.      Perumusan Masalah
Berdasarkan gambaran latar belakang masalah di atas, setidaknya ada tiga pokok permasalahan yang akan dicari dan ditemukan jawabannya dalam skripsi ini. Tiga pokok permasalahan tersebut penulis rumuskan sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud delik zina dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia?
2.      Bagaimana persamaan dan perbedaan delik zina dalam hukum Islam dan hukum positif di Indonesia?
3.      Bagaimana proses penyelesaian delik zina dalam kasus delik zina yang terjadi di Indonesia?

C.    Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian yang sebenarnya tentang zina dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.
2.     Untuk mengetahui pengertian tentang delik zina dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan delik zina dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.
4.      Untuk mengetahui proses penyelesaian delik zina yang terjadi di Indonesia dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.

D.    Kerangka Pemikiran
Zina berarti melakukan persetubuhan diluar pernikahan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan atas dasar suka sama suka dan hukumnya tidak sah secara agama. Namun bila terjadi ketidaksukaan di lain pihak, hal itu disebut dengan pemerkosaan dan pihak yang memaksa terjadinya persetubuhan yang patut dihukum dengan delik pemerkosaan (Vide KUHP Pasal 285 dan 287 (1)) atau perempuannya di bawah umur.[8] Konsep yang ditekankan pada tindak hukum pidana di Indonesia menyangkut masalah hubungan diluar nikah adalah menganut nilai-nilai kebebasan (liberalisme) dan mengandung unsur seksual yang tidak memandang hukum agama dapat menjadi pijakan hukum negara dan kemasyarakatan bahkan pengertian zina yang diberikan menganut hukum barat, suka sama suka, dan tidak adanya pemaksaan.
Dari definisi itu, maka dapat dikatakan zina bila sudah memenuhi dua unsur, yaitu: adanya persetubuhan (sexual intercourse) antara dua orang yang berbeda jenis kelaminya dan  tidak ada adanya keserupaan atau kekeliruan dalam perbuatan seks, yakni apabila perbuatan tersebut terhadap seorang perempuan yang “dikira istrinya” maka tidak disebut zina karena unsur ketidaksengajaan atau kekeliruan.[9]
Demikian pula menurut hukum Islam, sangat jelas bahwa setiap hubungan seksual atau persetubuhan yang dilakukan diluar perkawinan yang sah adalah merupakan zina.[10] Al-Lahyani mengatakan, “Zina (dibaca pendek) adalah bahasa penduduk Hijaz, sedangkan zina (dibaca panjang) adalah bahasa Tamim. Dan kata ‘zina’ definisi syara’ dan bahasa adalah seorang leki-laki yang menyetubuhi wanita melalui qubul (kemaluan), yang bukan miliknya (istri atau budaknya) atau yang berstatus yang menyerupai hak miliknya. Tegasnya, setiap hubungan badan yang tanpa melalui nikah atau syubhatu nikah (menyerupai pernikahan) atau perbudakan. Hal ini disepakati oleh mayoritas ulama islam. Zina adalah perbuatan keji, baik melalui qubul maupun dubur, dan termasuk dosa besar, yaitu laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan badan tanpa hubungan pernikahan yang sah antara keduanya.[11]
Kemudian Islam melarang perzinaan dengan tujuan untuk melindungi kesucian ikatan keluarga dan menjaga agar moral manusia tidak sama dengan hewan. Bukankah Allah tidak menjadikan manusia itu sama dengan hewan namun di atas dengan segala kelebihannya. Dan itulah jalan yang telah di pilihkan oleh Allah kepada umatnya.[12] Berdasarkan definisi di atas, maka zina dapat di uraikan dalam tiga unsur: 1. Persetubuhan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan 2. Atas kehendak bersama 3. Tanpa melalui pernikahan. [13] Macam-macam perzinaan, zina dapat digolongkan dalam dua golongan: 1. Zina muhshan, yaitu laki-laki atau perempuan. Yang telah melakukan persetubuhan melalui pernikahan yang sah, kemudian berzina 2. Zina yang bukan muhshan, yaitu laki-laki atau perempuan yang belum pernah melakukan persetubuhan melalui pernikahan yang sah, kemudian berzina.[14] Selain itu, dalil hukum yang di kemukakan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nuur (24) ayat 2 sebagai berikut:

èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( Ÿwur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏŠ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( ôpkôuŠø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ
    

Artinya: perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.[15]


Berdasrkan dalil hukum tersebut, dapat dikemukakan bahwa syari’at Islam tidak membedakan setiap orang, apakah ia seorang raja atau putra raja dan/  atau hamba sahaya, kaya atau miskin, hitam atau putih. Oleh karena itu, bila seseorang terbukti melakukan perbuatan zina tanpa keraguan sedikitpun, maka hukuman itu akan dijatuhkan kepadanya tanpa memandang kedudukan atau status sosial.[16]
Allah menurunkan setiap ayat-Nya yang tertulis dalam Al-Qur’an sudah pasti untuk kemanfaatan hidup dan kehidupan manusia didunia dan di akhirat kelak, termasuk ketentuan-ketentuan larangan perzinaan serta hukumannya yang diserahkan kepada manusia secara qat’i maupun melalui lembaga ta’zir.[17] Kebaikan dan kebahagiaan orang yang menjaga kesucian diri juga akan dirasakan oleh keluarga dan anak cucu (keturunannya). Karena dengan mengikuti aturan Allah (memelihara diri dengan menikah secara sah dan halal) akan memelihara keturunan-keturunan yang sah dan jelas pula, baik secara hukum maupun agama.[18] Sudah pasti ada rahasia Allah untuk kepentingan dan kemanfaatan manusia, selain untuk menghindarkan dan menghilangkan kemudharatan yang dihadapi atau dialami manusia akibat perzinaan. Sungguh Allah Maha Mengetahui atas keadaan yang menimpa dan akan menimpa manusia, diantaranya masalah perzinaan.[19]

E. Langkah-Langkah Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Metode Penelitian
Metode dalam masalah ini adalah dengan menggunakan pendekatan normatif atau teoritik dengan melakukan studi kepustakaan (Library Reseach)
2.      Jenis Data
Data-data yang terkumpul dalam penelitian ini adalah data teoritik yaitu data yang ada hubungannya dengan penelitian ini yang diperoleh dari teori-teori yang terdapat dalam literatur kepustakaan.
3.      Sumber Data
a.       Sumber Data Primer
Adalah sumber data pokok yang mengikat yang digunakan sebagai sumber rujukan utama dalam memperoleh data penelitian skripsi ini, seperti Bidayatul Mujtahid, Fiqih Sunnah, dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
b.      Sumber Data Sekunder
Adalah sumber data tambahan yang memberikan penjelasan terhadap data-data primer seperti Hukum Pidana Syari’at, Fiqih Wanita, Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyah, dan  Buku Hukum Pidana.
c.       Teknik Pengumpulan Data
Penulis berfikir pada inventarisasi buku-buku yang berkaitan langsung dengan skripsi serta mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
d.      Analisis Data
Dengan cara menelaah terhadap data yang hubungannya dengan delik zina dalam perspektif hukum islam dan hukum positif. Adapun langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut:
1.      Mengklasifikasi data yang telah ada dalam hal ini adalah data primer dengan data sekunder.
2.      Setelah data diklasifikasi maka penulis berusaha menganalisis data primer ataupun sekunder.
3.      Kemudian setelah di analisis, penulis berusaha untuk menyimpulkan.

F. Sistematika Penelitian
Berdasarkan ruang lingkup sebagaimana dikemukakan di atas penelitian ini akan disajikan dalam beberapa bab dan akan dirinci menjadi sub bab:

BAB I            PENDAHULUAN
                                    Dalam hal ini penulis memberikan gambaran secara umum, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Langkah-langkah Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II            DELIK ZINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Dalam bab ini penulis memberikan penjelasan tentang pengertian delik zina dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia, Dasar hukum delik zina, Macam-macam zina dan Hukumannya, Unsur-unsur dan Alat bukti zina, Pelaksanaan dan Hal-hal yang membatalkan hukuman zina, serta Hikmah delik zina.

BAB III          PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK ZINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Bab ini penulis memberikan penjelasan tentang persamaan dan perbedaan delik zina dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.

BAB IV        BAGAIMANA PROSES PENYELESAIAN DELIK ZINA DALAM KASUS DELIK ZINA YANG TERJADI DI INDONENESIA
                                Bab ini penulis memaparkan contoh kasus delik zina yang terjadi di Indonesia dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia
.
BAB V           PENUTUP
Dalam bab ini merupakan kesimpulan dari pembahasan dan sebagai tempat berpijak dari permasalahan.





[1] Fadhel Ilahi, Zina Problematika dan Solusinya, (Jakarta: Qisthi Press, 2005) Cet. I hlm. 3
[2] Ibid,. hlm. 26
[3] Yusup Qardhowi, Halal Haram dalam Islam, (Surakarta : Era Intermedia, 2000) Dan kepada orang yang mempunyai anak perempuan yang telah patut kawin. Rasulullah s.a.w. bersabda :
اذ جا ء كم من تر ضو ن د ينه وخلقه فا نكحو ن و الا فتنة و فسا د كبير (حد يث صحح )
jika telah datang kepadamu orang yang engkau senagi agama dan perangainya kawinkanlah dia. Kalau tidak begitu, niscaya fitnahlah yang akan timbul” 
Semuanya itu adalah sebagai pelengkap dari perintah ayat ini, yaitu jangan mendekati zina. Malahan kalau ada keinginan dan kesanggupan dibolehkan laki-laki kawin sampai empat, asal sanggup adil dan nafkah. Jauh larangan mendekati zina dilengkapi dengan mempermudah perkawinan. Bukan sebagai kerusakan masyarakat modern yang terbaik samasekali, yaitu mempermudah dan memperlebar pintu kepada zina dan mempersukar jalan kepada perkawinan. (HAMKA, tafsir al-azhar. Singapura : pustaka nasional, cet. 6)
[4] Ibid., hlm. 215
[5] Neng Djubaedah. Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta: Kencana 2010) Cet. 1 hlm. 65
[6]Ibid,.hlm. 187
[7] Ibid,.hlm. 6
[8] Azizah Ummu Sa’idah. Terhina Karena Zina, (Jakarta: Gema Insani Press 2011) Cet. 1 hlm. 27
[9] Ibid,. hlm. 29
[10] Neng Djubaedah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ditinjau dari Hukum Islam, (jakarta: kencana 2010) cet. 1 hlm. 68
[11] Fadhel Ilahi. Zina Problematika dan Solusinya, hlm. 8         
[12]  Khuzaifah al-jarjani, Pernikahan Terlaknat, jombang :lintas media. Hlm. 17
[13] Hafez Anshari Noorwahidah, Pidana Mati Menurut Islam, (Banjarmasin: Al-Ikhlas, 1982) hlm. 54
 Yang dimaksud dengan “persetubuhan”  ialah masuknya kepala dzakar laki-laki  ke dalam lubang faraj perempuan, “kehendak bersama”  ialah  suka sama suka, tidak ada paksaan satu sama lainnya. “tanpa melalui pernikahan” ialah bahwa laki-laki dan perempuan yang melakukan persetubuhan itu tanpa menikah lebih dulu.
[14] Ibid,. hlm. 54
[15] Depag. Semarang : Cv. As-Syifa, 2001
[16] Zainuddin Ali. Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,  hlm. 110
[17] Neng Djubaedah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta: Kencana 2010) Cet. 1 hlm. 15
[18]. Azizah Ummu Sa’idah. Terhina Karena Zina, (Jakarta: Gema Insani Press 2011) Cet. 1 hlm. 197
[19] Neng Djubaedah. Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam, hlm. 16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar